Pengucapan, Bentuk, Saat, dan Sifat serta Hasil Yang Diharapkan Dalam Doa Menurut Sastra

Semoga selalu dalam lindungan Ida Hyang Widhi Wasa.
Kali ini saya akan memuat sebuah sloka yang dikutip dari Manawa Dharma Sastra, yang mungkin dapat sebagai pelita hati dalam menjalani sembah sujud kehadapan Hyang Widhi, selamat membaca :

0. Dengan demikian misalnya, suatu upacara yadnya dapat dilaksanakan pada saat-saat apa saja setelah matahari terbit, sebelum terbit atau waktu tidak ada matahari ataupun bintang-bintang yang nampak, semua ketentuan ini disebut oleh ajaran Weda.

1. Ia harus menghormati makanan dan memakannya tanpa merasakan kepuasan, baik ia melihatnya hendaknya merasa bahagia dan menunjukan rasa sukacita dan mendoakan selalu akan memperolehnya.

2. Makanan yang selalu ia puja akan selalu memberikan kekuatan dan tenaga, tetapi makan tanpa menghormatinya akan menghancurkan kedua mereka.

3. Hendaknya mengucapkan Pranawa (OM) pada permulaan dan penutup pelajaran (Weda), karena kalau tidak didahului dengan "Om" pelajaran akan tergelincir menyasar dan kalau tidak diikuti pada penutup maka pelajaran itu akan menghilang.

4. Demikianlah ini ; Ia yang setiap hari mengucapkan mantra-mantra itu dengan rajin selama 3 tahun, setelah meninggalnya akan mencapai Sang hyang Widhi yang tertinggi, bergerak leluasa laksana udara dan mencapai bentuk yang kekal dan abadi.

5. Upacara yadnya terdiri atas pengucapan doa mantra adalah 10 kali berfaidah dari pada melaksanankan yadnya menurut aturan Weda. Doa puji yang diucapkan tak terdengar orang lain, 100 kali jauh lebik baik dan pengucapannya dalam bathin mantra suci 1000 kali lebih kebaikannya.

6. Hendaknya ia berdiri diwaktu subuh mengucapkan mantra sawitri sampai matahri terbit, tetapi diwaktu sore boleh dengan cara duduk sampai cakrawala tampak dengan jelas. Ia yang berdiri diwaktu subuh mengucapkan mantra sawitri menghapus dosa yang dilakukan selama malam sebelumnya, tetapi ia yang duduk mengucapkan diwaktu senja (malam) memusnahkan dosanya yang dilakukan disiang hari.

7. Ia yang yang berkehendak melakukan upacara japa mantra setiap hari, bahkan dapat mengucapkan mantra sawitri didekat air mengasingkan diri, kehutan-hutan, mengendalikan indriyanya dan memusatkan pikirannya. Untuk pengucapan mantra setiap hari tidak ada hari pantangan karena itu dinyatakan sebagai Brahmasastra, upacara yadnya yang kekal yang dilakukan untuk Hyang Widhi, dalam hal itu Weda menempati kedudukan seperti yadnya yang dibakar dan bahkan merupakan kejadian yang berjasa dan kalau karena hal-hal lumrah menyebabkan berhenti belajar Weda, dilakukan dengan menyebut wasiat.

8. Setiap hari setelah menyucikan diri ia harus menghaturkan air suci kepada para Dewa, para Resi dan para Leluhur, menyembah para Dewa dan menaruh kayu cendana dan api suci (dupa). Setelah menyucikan diri dengan berkumur, ia setiap hari pada waktu subuh dan senjakala dengan pikiran yang disatukan ditempat suci, hendaknya mengucapkan mantra suci sesuai dengan peraturan.

9. Hendaknya setiap orang yang menjadi kepala rumah tangga setiap harinya menghaturkan mantra-mantra suci Weda dan juga melakukan upavara pada para Dewa karena ia yang rajin dalam melakukan upacara yadnya pada hakekatnya membantu kehidupan ciptaan Hyang Widhi yang bergerak maupun yang tak bergerak.

10. Hendaknya ia sembahyang yang sesuai menurut peraturan kepada Resi dengan pengucapan Weda, kepada Dewa dengan haturan yang dibakar, kepada para Leluhur dengan Sradha, kepada manusia dengan pemberian makanan dan kepada Bhuta (Alam Semesta) dengan upacara kurban. Upacara pitra yadnya yang harus kamu lakukan ; hendaknya setiap hari melakukan Sradha dengan mempersembahkan nasi atau dengan air atau susu dengan ubi-ubian dan buah-buahan dan dengan demikian menyenangkan para Leluhur.

11. Setelah menghormati para Dewa, para Resi, para Leluhur dan para Dewa penjaga rumah, tuan rumah akan makan kemudian atas apa yang tinggal. Ia yang menyiapkan makanan hanya untuk dirinya sendiri, sesungguhnya memakan dosa karena sudah ditetapkan bahwa makanan yang tinggal setelah selesai upacara adalah menjadi makanan orang-orang bijak.

12. Walaupun hanya air kepada Leluhur dalam kendi perak atau dihiasi dengan perak akan menghasilkan ketentraman yang tak terhingga. Roh leluhur selalu senang dengan persembahan yang dilakukan di alam terbuka, pada tempat suci yang alamiah, pada tepi sungai dan pada tempat-tempat terpencil.

13. Ketahuilah bahwa rumput kusa, mantera-mantera penyucian, waktu pagi, alat-alat upacara yang bermacam-macam dan semua alat penyucian adalah merupakan restu dalam suatu upacara untuk para Dewa.

14. Ia yang hidup memungut beras dan ujung gandum, harus selalu taat melakukan upacara Agnihotra dan selalu mempersembahkan Istih, itu saja yang setelah ditentukan untuk hari Purnama dan Tilem dan juga untuk waktu-waktu mencapai daksina yana (matagari berada di selatan) dan utarayana (matagari berada di Utara).

15. Hendaknya, tanpa mengenal lelah melakukan upacara-upacara harian yang ditentukan untuknya dalam Weda, karena ia yang melaksanakan semuanya itu menurut kemampuan mencapai kedudukan kejiwaan yang paling tinggi. Hendaknya jangan ia sampai lupa, jika ia mampu melakukan yadnya untuk para pertapa, para Dewa, pada unsur-unsur alam (Bhuta), pada sesama manusia dan kepada Leluhur

16. Orang yang mengetahui tata upacara yadnya itu selalu melakukan upacara besar itu dalam panca indriya mereka tanpa ada usaha yang kelihatan dari luar. Dengan mengetahui bahwa upacara yadnya yang dilakukan dalam kata-kata mereka dan dalam nafas mereka akan membuahkan pahala yang tak terhancurkan, orang-orang itu melulu mempersembahkan nafas mereka dalam kata-kata mereka dan kata-kata mereka pada nafas mereka.

17. Orang Brahmana harus selalu melakukan upacara Agnihotra pada waktu awal atau akhir satu hari dan malam, sedangkan upacara darsa dan purnamasa (Isti) pada setiap akhir tengan bulan.

18. Untuk mereka yang ingin akan kebajikan yang tertinggi, penghentian pembaca yang terus menerus diharuskan pula di desa maupun di kota dan pembacaan Weda harus berhenti kalau tercium bau busuk.

19. Pada waktu hari-hari parwa hendaknya ia pergi ke Pura dan pendeta suci, dan penguasa daerah demi untuk perlindungan, dan kemudian mengunjungi gurnya.

20. Segala hal yang mempunyai sifat; alamiahnya yang ditentukan oleh ucapan, ucapan itu adalah akarnya dan dari ucapanlah ia bertumbuh, tetapi mereka tidak jujur akan kata-kata itu, tidak jujur dalam segala hal.
Previous
Next Post »