Cerita tentang Amerta

1. AMRTA, Energi hidup yang keluar dari Giri Mandara
Pada bagian permulaan dari Astika Parwa (Adi Parwa), diceritakan para Dewa bersepakat untuk memutar Gunung Mandara, atas petunjuk Brahman. Oleh Dewa-Dewa, Gunung yang hebat itu diangkat dan diletakkan di atas punggung Kurmagni.
Selanjutnya para naga diperintahkan untuk mengikatnya erat-erat. Setelah berdiri stabil, Gunung itu lalu diputar dan keluarlah dari dalamnya berbagai jenis benda-benda berharga seperti berjenis-jenis batu permata dan logam-logam mulia.
Pada putaran-putaran berikutnya, keluar dari dalamnya kuda putih cemerlang yang dinamakan Ucchaisrava, kuda tersebut menjadi kendaraan dewata yang dapat melesat terbang seperti kilat.
Setelah kuda Ucchaisrava ini keluar, para Dewa menjadi letih dan hampir putus asa. Akan tetapi mereka berdoa dan memohon kekuatan (energi) kepada Brahman.
Energi diturunkan dan mereka mendapatkan cukup kekuatan untuk melakukan pemutaran selanjutnya. Putaran-putaran yang terakhir inilah yang memunculkan AMRTA dari dalam Gunung Mandara tersebut.
Seketika setelah AMRTA itu keluar, terjadilah pertempuran sengit di antara para Dewa dan Asura memperebutkan AMRTA itu.
Perebutan ini dimenangkan oleh para Dewa, dan AMRTA tersebut setelah semua Dewa sempat menikmatinya, sehingga perwujudannya menjadi kekal, lalu disimpan di pusat Alam Brahman dengan dijaga seketatnya.
2. RESAKUNDA, Tirtha anugerah Raja Naga
Masih di dalam Adi Parwa, diceritakan Bhima setelah menjadi pemuda remaja dan mendapat gemblengan ilmu-ilmu keperwiraan, menjadi sedemikian gagah perkasa sehingga sangat ditakuti oleh kaum Kaurawa, khususnya oleh Duryodhana.
Pada suatu kesempatan, ketika para Pandawa dan Kaurawa berlibur dan bermain-main di suatu taman pemandian, Bhima diracun oleh Duryodhana. Setelah pingsan dan diikat, ia dilemparkan ke dalam sungai tanpa diketahui oleh siapa pun juga.
Tubuh Bhima yang berat tenggelam dan seketika itu pula diserang oleh ular-ular sungai yang berbisa. Bisa ular sungai itu ternyata merupakan penawar bagi bisa (racun) tumbuh-tumbuhan yang telah dimakannya.
Bhima sadar dan dilihatnya seekor ular besar datang mendekati dirinya. Ia berontak, tali-tali pengikatnya putus dan langsung menyerang ular yang ternyata menyerang dirinya juga.
Terjadilah pergulatan seru di dalam air yang dalam itu. Ular melarikan diri, Bhima mengejar dan masuk ke dalam sebuah gua di bawah air. Di dalam gua itu Bhima berhadapan dengan Naga Vasuki yang ternyata masih bersaudara dengan Dewa Vayu.
Bhima dikenalnya dan disambut dengan ramah, bahkan ia diberi hadiah batu permata anti racun dan semacam AMRTA yang disebut RASAKUNDA.
Sejak saat itu Bhima tidak termakan oleh racun dan memiliki tenaga hebat setara dengan kekuatan sebanding dengan kekuatan seribu ekor gajah.
3.    KAMANDALU, Tirta anugrah Dewata
Masih sehubungan dengan Bhima, ksatria kedua Panca pandawa, diceritakan di dalam cerita DEWA RUCI yang terkenal itu.
Bhima yang kekuatannya tidak ada tandingan dan anti racun itu ternyata menurut Gurunya, Rsi Drona, masih memerlukan kekebalan kulit agar tubuhnya tidak bisa dilukai oleh senjata apapun juga, walaupun senjata itu dipasupati dengan mantra-mantra.
Oleh Guru Drona, Bhima diperintahkan untuk mencari Tirtha Dewata itu, tanpa diberitahukan di mana harus mencari dan bagaimana bisa dicari. Pertama-tama, Bhima menuju sebuah gunung keramat, yang tidak pernah dikunjungi orang karena dijaga oleh dua raksasa jahat.
Ia mendaki gunung tersebut dan bertempur melawan kedua raksasa itu. Setelah kedua raksasa itu berhasil ditewaskan, ternyata mereka adalah dua Gandharwa yang terkena kutukan Dewata dan hidup sebagai raksasa.
Oleh Gandharwa itu, Bhima diajarkan beberapa mantra, khususnya mantra-mantra yang mempunyai arti betapa besar pahalanya apabila seorang murid taat sepenuhnya kepada perintah Guru betapa sulit pun perintah itu dilaksanakan.
Kedua Gandharwa itu juga menyarankan agar mencari Tirtha yang diperlukan itu di laut, tempat Guru Rupaka dan Bhima itu bermukim.
Sebelum berangkat ke laut, Bhima sempat kembali ke istana dan bertemu dengan saudara-saudaranya. Keempat saudara-saudaranya menghalangi niat Bhima yang rupa-rupanya sudah mencium ketidakjujuran dari Guru Drona. Dalam keragu-raguannya, Bhima lalu menghadap kepada Dhritarastra yang adalah Guru Wisesa pada waktu itu.
Ternyata raja Dhritarastra pun sependapat dengan Drona, yaitu Bhima harus mendapatkan Tirtha Kamandalu itu. Oleh karena itu Bhima segera berangkat ke laut. Ia langsung masuk ke laut, tenggelam setinggi pinggang, dan berdiri di sana.
Dalam keputusasaannya ia lalu ingat mantra-mantra yang diajarkan oleh Gandharwa yang diselamatkannya. Ia memuja Naga Vasuki, memuja Dewa Bayu, memuja Indra dan akhirnya Surya dalam perwujudan Guru Druva Rsi.
Ketika Bhima terserap dalam yoga yang dalam, tiba-tiba muncul di hadapannya Dewata kerdil tetapi bersinar gilang-gemilang (di Indonesia dan juga di Bali, Dewa ini dikenal dengan nama Dewa Ruci). Dewa Ruci memerintahkan kepada Bhima agar masuk ke dalam perutnya melalui mulutnya yang ternyata kecil sekali.
Bhima ragu-ragu, tetapi akhirnya masuk juga, dan ternyata di dalam perut Dewata Kerdil itu terlihat Alam Semesta Raya yang luas dan menjulang tinggi. Bhima dibimbing naik setingkat demi setingkat, serta diberikan penjelasan-penjelasan secara mendetail.
Di Alam Dewa-Dewa, yang juga dinamakan Alam Pramana, Bhima menerima Tirtha Berkah Dewata yang disebut Tirtha Kamandalu, yang dapat memberikan kesentosaan dan kesejahteraan lahiriah, khususnya buat Bhima sendiri, kekebalan tubuh yang luar biasa.
Tirtha yang diterimanya itu dibawanya pulang dan dipersembahkan kepada Guru Drona dengan disaksikan oleh Dhritarastra. Selanjutnya, kita pun mengenal cerita kecurangan Kaurawa berkenaan dengan Tirtha yang didapatkan oleh Bhima ini.
4. PANCA TIRHTA di lereng PANCA-GIRI, kelompok Tirtha untuk menyucikan Bhuta dan Kala
Di dalam Pustaka PURVA-BHUMI, yaitu Pustaka Suci yang menjadi pegangan utama para Rsi Bhujanga, diceritakanlah penciptaan Manusia dan makhluk-makhluk Roh yang diklasifikasikan sebagai Bhuta dan Kala.
Lima Dewata putra Brahman, yaitu Sadyojata, Bamadewa, Tatpurusa, Aghora dan Isana, diperintahkan untuk menciptakan makhluk-makhluk untuk mengisi Bumi ini.
Kelima Dewata itu turun dan mewujudkan diri sebagai lima Rsi, yaitu: Rsi Korsika, Rsi Garga, Rsi Maitri, Rsi Kurusya dan Rsi Pratanjala. Dan kelima para Rsi tersebut, hanya Pratanjala yang menciptakan Manusia, sedangkan yang lain menciptakan makhluk-makhluk roh yang aneh-aneh, baik bentuk maupun tabiatnya.
Manusia yang diciptakan oleh Rsi Pratanjala itu mempunyai pula jasad roh yang mempunyai sifat-sifat komplit, dan dapat mengembangkan diri sedemikian rupa sehingga sama dengan Dewa-Dewa dan bahkan melampauinya.
Manusia dapat menyempurnakan rohnya mulai dari mengabdikan diri kepada para Dewa, kemudian bersahabat dengan mereka, untuk akhirnya bahkan memerintah Dewa-Dewa itu.
Tetapi sebelum kesempurnaan sedemikian itu bisa dicapai, para Dewa itu akan menguji keteguhan imannya, menugaskan makhluk-makhluk aneh itu mengganggunya. Roh manusia yang jatuh ke tingkat rendah, untuk beberapa waktu lamanya akan dibatasi kebebasannya oleh Dewa Yama.
Setelah batas waktu itu berakhir, roh itu mendapat pengampunan dan dibebaskan. Pada saat inilah ia harus segera dilukat, yaitu lapisan jasad paling di luar dibakar dengan api-yoga, lalu dimandikan, agar bisa bergerak ke alam yang lebih tinggi.
Apabila hal ini tidak dilakukan, roh itu akan bergabung dengan makhluk-makhluk jahat ciptaan para Rsi di atas tadi, mengganggu ketertiban setiap upacara yang dilakukan, dan berusaha merebut Tirtha Panglukatan yang bukan menjadi haknya.
Di dalam upacara-upacara, roh-roh yang suka mengganggu itu ditangani oleh Rsi-Bhujangga, dengan memperingatkan kepada mereka rahasia penciptaan, dan selanjutnya dibantu untuk mendapatkan Tirtha yang menurut Pustaka Purva Bhumi terdapat di lima Gunung (Panca Giri), yaitu:
  1. Tirtha Sveta Kamandalu di Gunung Indrakila, dijaga oleh Indra dan Sanghyang Iswara (Sadyojata).
  2. Tirtha Ganga Hutasena di Gunung Gandharnadana, dijaga oleh Bamadewa.
  3. Tirtha Ganga Suddha-mala di Gunung Pgat (Udaya), dijaga oleh Tatpurusa.
  4. Tirtha Ganga Amrta-Sanjivani di Gunung Rayarnukha, dijaga oleh Aghora.
  5. Tirtha Ganga Amrta-jiva di Gunung Kailasa dijaga bersama, Ardhanareswari.
Setelah menerima Tirtha-Tirtha itu, lapisan paling luar jasad roh itu disucikan, dengan demikian mereka mampu berangkat ke alam yang lebih tinggi, atau kembali ke Alam masing-masing menghadap Maharaja Penguasanya.
Secara khusus Upacara Penyucian ini dilakukan pada hari raya Nyepi, dan juga dilakukan menjelang dilakukan upacara-upacara penting lainnya.
Besar kecil upacara ini diatur menurut kepentingan, namun prinsipnya tetap sama. Roh-roh yang sudah disucikan itu tidak akan mengganggu lagi, bahkan akan membantu kelancaran jalannya upacara-upacara selanjutnya.
Previous
Next Post »