Om Swastiastu, Om Awighnamastu Namo
Siddham.
Terlebih
dahulu, kami haturkan pangaksama mohon maaf sebesar - besarnya ke hadapan Ida
Hyang Parama Kawi - Tuhan Yang Maha Esa serta Batara - Batari junjungan dan
leluhur semuanya. Agar supaya, tatkala menceriterakan keberadaan para leluhur
yang telah pulang ke Nirwana, kami terlepas dari kutuk dan neraka.
Wariga
adalah pengetahuan yang sangat terkenal di masyarakat. Para petani mempelajari
wariga untuk mencari masa bercocok tanam. Para pedagang mempelajarinya untuk
mencari hari baik mulai berdagang, membuat alat perdagangan dan berbagai bentuk
keberuntungan. Para pendeta (Brahmana) mempelajari wariga, untuk menentukan
saat-saat berupacara. Oleh karena itu, wariga merupakan pengetahuan yang sangat
populer.
Pada
susunan Wedangga (batang tubuh Weda), wariga disebut dengan “jyotisha”, ilmu
tentang cahaya atau perbintangan (jyotir). Dengan demikian, jyotisha diletakkan
sebagai mata dari weda-weda. Jika orang tidak mengetahui jyotisha, mereka tidak
akan bisa pergi ke mana-mana sebab tidak memiliki mata. Pernyataan ini
menunjukkan bahwa “jyotisha” memegang peranan penting dalam weda-weda, sama
seperti di Bali.
Pada
bagian dari wariga terdapat juga tenung-tenung (ramalan). Ramalan tersebut
ditentukan berdasarkan wawaran, wuku dan sasih. Ramalan-ramalan berisi tentang
jodoh, rejeki dan yang lainnya. Tenung-tenung ini dibedakan menjadi empat jenis
(Aryana:2009:10) yaitu tenung pengalihan (menggabungkan urip wawaran), tenung
jejinahan (menggunakan uang), tenung palelintangan (menggunakan lintang
tertentu, misalnya lintang tangis) dan tenung campuran (menggunakan campuran
dari teknik-teknik yang ada).
Secara
garis besar, wariga sebenarnya terdiri dari berbagai bagian. Bagian-bagian
tersebut adalah:
- Pawintangan (ilmu tentang perbintangan). Perbintangan biasanya digunakan untuk mencari hari-hari bercocok tanam. Berdasarkan wawaran (pancawara dan saptawara) terdapat 35 palalintangan atau gugusan bintang. Berdasarkan lontar Namaning Wintang terdapat 27 gugusan bintang, seperti Naksatra dalam Jyotisha (Lontar Namaning Wintang:Lembar I).
- Sasih adalah ilmu tentang musim dan peredaran gerak semu matahari mengelilingi bumi dan bulan mengelilingi bumi. Ilmu ini biasanya digunakan untuk mencari masa bercocok tanam dan bulan-bulan yang baik untuk melakukan upacara tertentu. Sasih ini terdiri dari 12 sasih dalam satu tahun, tetapi kurang lebih setiap tiga tahun sekali terjadi penambahan sasih (bulan ke-13), untuk menyesuaikan tahun bulan dengan musim (tahun matahari). Pada satu sasih terdiri dari 30/29 hari (tithi), terbagi menjadi dua bagian yaitu suklapaksa (pananggal, paro terang) yaitu tithi setelah tilem menuju purnama, serta kresnapaksa (panglong, paro gelap) yaitu tithi setelah purnama menuju tilem. Jika satu sasih berumur 29 berarti terjadi pangalihan pada bulan tersebut. Pangalihan tersebut terjadi setiap 63 hari sekali atau setiap sembilan wuku sekali mengikuti rumus Eka Sungsang, Dwi Tambir, Tri Kulawu, Catur Wariga, Panca Pahang, Sad Bala, Sapta Kulantir, Nawa Uye dan Dasa Shinta.
- Wuku adalah ilmu tentang ruas-ruas kumpulan bintang tertentu yang berporos dari bumi. Wuku berjumlah 30 dari Shinta – Watugunung. Setiap wuku berumur tujuh hari mulai dari redite (minggu) sampai saniscara (sabtu). Ilmu ini biasanya digunakan untuk menentukan saat-saat bercocok tanam, upacara dan hari-hari baik. Wuku berarti ruas, yang bisa dikonotasikan sebagai ruas-ruas jajaran bintang.
- Wawaran adalah ilmu tentang nama-nama hari yang mana setiap hari memiliki sepuluh nama (dasa nama) yang diwujudkan dengan Eka Wara sampai Dasa Wara. Wawaran biasanya digunakan untuk bercocok tanam, upacara tertentu dan hari-hari baik. Satu wawaran merupakan satu hari yang mulai dari matahari terbit sampai matahari terbit (pagi sampai pagi).
- Dadauhan adalah ilmu tentang pembagian waktu selama satu hari. Masyarakat Bali mengenal pembagian waktu dalam lima pembagian siang dan malam (24/10) yang disebut dengan Panca Dauh dan delapan pembagian siang dan malam (24/16), yang disebut dengan Asta Dauh. Dauh ini biasanya digunakan untuk mencari saat menanam, bepergian dan melaksanakan upacara tertentu.
Dalam
mencari hari-hari yang terbaik, ahli wariga biasanya menggunakan gabungan dari
kelima unsur tersebut. Tetapi terdapat juga rumus sebagai berikut:
wawaran
alah dening wuku, wuku alah dening tanggal/panglong, tanggal/panglong alah
dening sasih, sasih alah dening dauh, dauh alah dening wetu, wetu alah dening
Sang Hyang Tri Dasa Sakti (Namayudha:1993:35).
Semua
itu artinya adalah bahwa wawaran bisa diabaikan karena wuku menyatakan saat itu
baik, wuku biasa diabaikan karena tithi (tanggal-panglong) menyatakan itu baik,
tithi bisa diabaikan karena sasih menyatakan saat itu adalah saat yang baik,
sasih juga biasa diabaikan karena dauh menyatakan itu adalah saat yang baik
serta dauh juga bisa diabaikan karena sesuatu itu memang harus terjadi pada
saat itu.
Dari
beberapa pengetahuan tentang wariga tersebut terdapat beberapa
pelajaran-pelajaran yang berharga untuk perkembangan manusia.
Pelajaran-pelajaran tersebut merupakan pokok-pokok filsafat kehidupan yang bisa
digunakan untuk menuntun orang mencapai pembebasan. Ajaran-ajaran tersebut
adalah kosmologi yaitu ilmu tentang kesemestaan, ontologi yaitu ilmu tentang
esensi kehidupan dalam hubungannya dengan Tuhan dan etik yaitu tuntunan prilaku
yang mengatur kehidupan manusia.
1.Kosmologi
Kosmologi
adalah ilmu pengetahuan tentang alam semesta (Donder:2007:1). Dalam hinduisme,
sumber utama kosmologi Hindu adalah Rig Veda 10.129 yang berisi lagu tentang
penciptaan yang disebut dengan nâsadâsìya (Bowker:1997). Lagu tentang
penciptaan itu berisi kisah sebelum ada apa-apa, Tuhan muncul dengan sendirinya
kemudian menciptakan dunia ini. Kosmologi ini serupa dengan kosmologi yang
terlihat pada pemaparan tentang mitologi wawaran. Berdasarkan Lontar Medangkumulan
dan Lontar Bagawan Garga (Namayudha:1993:36) disebutkan, pada awalnya sebelum
ada apapun, sinar suci melayang-layang. Sinar suci ini disebut sebagai
guru sejati yang disebut Sang Hyang Licin. Beliau memiliki wujud sangat gaib
dan suci. Beliau memiliki wujud bermacam-macam di dunia ini, seperti Sang Hyang
Tuduh. Semua itu adalah beliau yang suci, yang ada pertamakali tanpa ayah dan
ibu.
Sang
Hyang Licin bertapa melahirkan positif dan negatif. Wujud keduanya adalah
tunggal, yaitu Sang Hyang Kala yang berwujud dua yaitu Sang Hyang Rahu dan Sang
Hyang Ketu. Sang Hyang Rahu menciptakan para kala dan Sang Hyang Ketu
menciptakan para dewa dan wawaran. Kutipan lontar Bagawan Garga tersebut adalah
sebagai berikut (Namayudha:1993:37):
Hana
ta dewa anglayang, guru tunggal, ingaranan sang hyang licin, suksma nirmala,
endah stananya maring sunya, pantaranya rumawak tuduh, ya ta sang hyang licin,
rumaga rama tan sahayebu, mayoga sang hyang licin, hana bagawan bhregu, mayoga
bhagawan bhregu hana rwa mimitan, nga, rahayu mimitan, kala mimitan, rupanya
kadi tunggal, nga, dewa kala, rahu mawak ketu lwirnya: sang hyang rahu
angadakna, kala kabeh, sang hyang ketu ika hamijil kna dewa kabeh, mwang
wawaran.
Mitologi
kelahiran wawaran ini mengajarkan sesuatu tentang proses penciptaan. Sang Hyang
Licin merupakan Tuhan yang ada dengan sendirinya yang dalam weda-weda disebut
dengan Swayambu. Sang Hyang Licin bertapa, mengkonsentrasikan diriNya sehingga
lahirlah Bhagawan Bhregu yang menjadi ayah daripada para rahu dan ketu. Rahu
adalah ayah daripada para kala dan ketu adalah ayah daripada para dewa.
Keduanya adalah siang dan malam yang melahirkan kehidupan.
Pada
fase berikutnya Lontar Bhagawan Garga (Namayudha:1993:39) menceritakan tentang
peperangan antara para kala dan dewa ini. Pertarungan ini menghasilkan urip
(kekuatan) dari setiap wawaran. Kekuatan ini menimbulkan berbagai
ketidakseimbangan, sehingga terus berperang. Peperangan inilah yang menjadi
hari baik dan buruk. Untuk memenangkan kebaikan maka para dewa beryoga menciptakan
kondisi yang baik di dunia ini. Dengan demikian, saat-saat dewa beryoga
merupakan saat yang stabil, yang bisa digunakan untuk melaksanakan hal-hal
tertentu.
Mitologi
itu memberikan gambaran kosmologi bahwa semesta tercipta melalui proses
pertarungan positif dan negatif (proton dan elektron). Tuhan kemudian beryoga
untuk menciptakan kestabilan sehingga terlahirlah kehidupan yang di dalam
dirinya juga mengandung positif dan negatif sehingga perlu melakukan yoga untuk
menstabilkan dirinya. Dengan demikian, secara makrokosmos dewa-dewa beryoga dan
secara mikrokosmos manusiapun harus beryoga untuk menstabilkan dirinya.
Kosmologi ini mengajarkan manusia memiliki terminal (tempat pemberhentian)
untuk mencapai tujuan akhir. Pemberhentian ini tidak mungkin berada dalam
gerakkan bumi atau matahari yang terus berputar. Pemberhentian ini hanya ada
pada esensi pikiran yang dalam kosmologi disebut sebagai Sang Hyang Licin.
Kosmologi
ini juga mengajarkan bahwa keteraturan semesta tersebut merupakan proses yoga,
yaitu hubungan dengan Tuhan (pusat). Apabila yoga para dewa goyah maka akan
timbul ketidakteraturan. Karena itu, proses keselamatan alam semesta ini
terletak pada yoga. Yoga itu juga merupakan pertemuan. Konsep inilah yang
mengajarkan umat Hindu di Bali untuk mencari pertemuan-pertemuan tertentu dalam
menentukan dewasa, misalnya pertemuan sukra umanis nuju purnama disebut dengan
purnasuka adalah hari baik untuk melakukan segala pekerjaan (Ananda
Kusuma:1979:30).
2.Ontologi
Ontologi
membicarakan azas-azas rasional dari yang ada, sehingga ontologi berusaha
mengetahui esensi dari yang ada (Kattsoff:2004:74). Pada wariga, yang ada
tersebut juga diuraikan sebagai Sang Hyang Licin yang menjadikan semuanya. Sang
Hyang Licin adalah esensi dari baik dan buruk. Esensi tersebut adalah keadaan
beryoga, sehingga untuk menemukan esensi, seseorang harus berada dalam keadaan
“yoga”.
Berdasarkan
esensi seperti itu maka hari baik selalu dihubungkan dengan kondisi dewa
beryoga. Hal ini digambarkan dalam Lontar Mertaning Sasih sebagai berikut:
…..måtta
maúa aran iki, ûaúih måtta paktan tenggala, ne kocap ada munggah, ditu ngajak
payogan bhâtârra, bilang ng ûaúih ada payogan bhâtârra, bungan ûaúih to adanña
(Lontar Mertaning Sasih:I.a).
Kutipan
lontar ini mengandung maksud bahwa bulan yang memberikan manfaat yang baik
(måtta) adalah saat dewa-dewa beryoga. Pada setiap bulan (ûaúih) terdapat
saat-saat seperti itu yang disebut dengan bunganya bulan. Hal ini menunjukkan
sebuah esensi daripada hari baik, yaitu keadaan “yoga”. Kondisi yoga dapat
digambarkan sebagai kondisi sâmadhi yang seperti digambarkan dalam Yoga Sutra
Rsi Patanjali, serta teks-teks lainnya seperti Bhagavad Gita. Kondisi ini
adalah ketenangan, kedamaian dan kesantosaan batin. Saat-saat seperti itu
adalah saat dimana atman dan brahman mengalami persatuan. Penyatuan ini adalah
kembalinya positif dan negatif (rahu dan ketu) pada esensi semula yakni Sang
Hyang Licin (Tuhan).
Dengan
demikian, esensi dari wariga adalah ketuhanan. Pengetahuan yang terdalam
tentang wariga adalah kesadaran tentang ketuhanan. Kesadaran ketuhanan adalah
proses pencerahan. Jika orang telah mendapatkan pencerahan maka ia dapat
menentukan kebaikan, termasuk hari baik. Karena itu, wariga mengajarkan orang
untuk menumbuhkan kebijaksanaan, sehingga bisa menentukan baik dan buruk.
Kebijaksanaan ini merupakan penerang dalam perjalanan kehidupan ini. Dengan
demikian, pencerahan adalah proses sempurna mencapai moksha (pembebasan).
3.Etika
Etika
berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang baik, buruk, kebajikan dan
kejahatan. Karena itu, etika adalah pengetahuan tentang norma
(Kattsoff:2004:78). Dalam wariga terdapat pelajaran tentang norma-norma yang
mesti dilakukan apabila ingin berhasil dalam berbagai pekerjaan. Norma-norma
ini berkaitan dengan pengetahuan bahwa setiap hari memiliki unsur baik dan
buruk. Pengetahuan seperti ini melahirkan norma bahwa manusia hendaknya
senantiasa untuk melakukan “yoga”, berhubungan dengan Tuhan untuk mendapatkan
esensi dari segalanya, yaitu kebajikan.
Pergulatan
rahu dan ketu merupakan pergulatan abadi, tanpa ada yang menjadi pemenang
seperti yang tergambar dalam pertarungan barong dan rangda dalam tradisi di
Bali. Tetapi manusia tidak berhenti pada pertarungan. Kalah dan menang dalam
pertarungan tidaklah penting. Yang terpenting dari pertarungan tersebut adalah
bahwa manusia menemukan esensi dari kehidupan ini yaitu Tuhan. Hal ini
melahirkan etika untuk selalu memuja Tuhan untuk mendapatkan kebajikan.
Hal
tersebut sejalan dengan Bhagavad Gita yang mengajarkan setiap manusia untuk
meneguhkan dirinya dalam yoga seperti bunyi Bhagavad Gita VIII-27 sebagai
berikut:
Naite
såtì pârtha jânan yogì muhyati kaúcana,
Tasmât
sarveûu kâleûu yoga-yukto bhavârjuna
Artinya:
Dengan
mengetahui sifat hakiki kedua jalan ini, wahai Pârtha, para yogi tidak pernah
bimbang hati, karena itu setiap saat wahai Arjuna teguhkan imanmu dalam ajaran
yoga (Pudja:2005:220).
Etika
ini mendorong pada pemujaan terhadap Tuhan, karena esensi wariga adalah bahwa
dauh alah dening Sang Hyang Tryo Dasa Saksi (Tuhan). Dengan demikian, orang
yang selalu berada dalam ketuhanan, sama sekali tidak memerlukan
pilihan-pilihan hari. Pilihan-pilihan hari hanya perlu bagi orang-orang yang
belum mantap. Pilihan hari yang baik akan mendorong kemantapan seseorang dalam
yoga. Bagi orang yang mantap, pilihan hari tersebut tidak perlu sebab ia telah
menjadi surya (pencerah) itu sendiri.
4.Menuju
Pembebasan
Kosmologi,
ontologi dan etika yang terbangun dari wariga mengajarkan manusia untuk dapat
memahami asal-usul “terang”. Asal-usulnya berasal dari Tuhan, sehingga manusia
dalam proses rwa bhineda (baik dan buruk) diajarkan untuk menaiki jalan-jalan
pencerahan. Pertentangan baik dan buruk hendaknya tidak menurunkan derajat
kemanusiaan, tetapi menaikkan derajat kemanusiaan. Menaikkan derajat kemanusiaan
ini hanya dapat dilakukan dengan “yoga”. Pada konsep wariga, manusia diajarkan
untuk mengetahui posisi para dewa melakukan yoga sebab pada posisi tersebut
manusia akan terbantu untuk melakukan yoga.
Ketika
dewa melakukan yoga maka manusia akan mendapatkan manfaat (måtta). Manfaat
tersebut sesungguhnya adalah keabadian. Måtta berasal dari kata Amåta yang
berarti abadi. Keabadian adalah kondisi dimana atman bersatu dengan brahman,
yaitu menunggalnya pada esensi hari yaitu Sang Hyang Licin. Ajaran ini
menunjukkan bahwa wariga menuntun seseorang untuk mencapai pembebasan yang
sempurna, yaitu menjadi cerah. Orang yang telah mencapai pencerahan akan selalu
berhasil dalam berbagai usahanya sebab sudah tidak terikat lagi pada rahu dan
ketu.
Rahu
dan ketu berada dalam indrya-indrya atau hanya dapat dirasakan oleh Panca
Indra. Jika orang telah melampau hal tersebut maka ia telah mencapai keadaan
yang sempurna. Bhagavad Gita II.61 menyatakan sebagai berikut:
Tâni
sarvâói saýyamya yukta âsìta mat-parah,
Vaúe
hi yasyendriyâói tasya prajña pratiûþhitâ
Artinya:
Setelah
dapat menguasai semua ini, ia harus duduk memusatkan pikiran pada-Ku, sebab
yang dapat mengendalikan panca indryanya dinamakan memiliki kebijaksanaan yang
teguh (Pudja:2005:70).
Pertarungan
dewa dan kala merupakan proses untuk mengendalikan indrya. Kala senantiasa
harus dikendalikan. Kala adalah indrya yang berada dalam diri. Karena itu,
pemilihan hari saja tidak cukup, manusia harus mengendalikan dirinya. Wariga
juga mengajarkan manusia harus bersabar dalam melakukan sesuatu. Kesabaran
tersebut adalah pelajaran pertama dari pengendalian diri. Misalnya perkawinan
biasanya dilaksanakan pada bulan ke empat, kelima dan kesepuluh. Setiap orang
sebaiknya memilih hari-hari itu. Manusia hendaknya tidak melaksanakan
keinginannya sekehendak itu. Hal itulah yang merupakan pelajaran pertama untuk
mencapai pembebasan dalam wariga seperti juga dibenarkan oleh Bhagavad Gita.
Wariga dan dewasa adalah dua istilah yang paling umum diperhatikan oleh umat
hindu khususnya di bali bila ingin mencapai kesempurnaan dan keberhasilan.
Kedua ilmu itu merupakan salah satu cabang ilmu agama yang dihubungkan dengan ilmu astronomi atau “Jyotisa Sastra” sebagai salah satu wedangga. Walaupun kedua ilmu tersebut sebagai salah satu cabang ilmu weda, namun
pendalamannya tidak banyak diketahui kecuali untuk tujuan praktis pegangan oleh
para pendeta dalam memberikan petunjuk baik buruknya hari dalam hubungannya
untuk melakukan usaha agar supaya berhasil dengan mengingat hari atau waktu
dalam sistim sradha hindu yang dipengaruhi oleh unsur kekuatan tertentu dan
planet-planet itu.
Dalam
lontar yang disebut “Keputusan Sunari”
mengatakan bahwa kata wariga berasal dari dua kata, yaitu “wara” yang
berarti puncak/istimewa dan “ga” yang berarti terang. Sebagai penjelasan
dikemukakan “….iki uttamaning pati lawan urip, manemu marga wakasing apadadang,
ike tegesing wariga”. dari penjelasan ini jelas bahwa yang dimaksud dengan
wariga adalah jalan untuk mendapatkan ke’terang’an dalam usaha untuk mencapai
tujuan dengan memperhatikan hidup matinya hari.
Disamping
masalah itu, penentuan hari baik berdasarkan perhitungan menurut wariga disebut
padewasan (dewasa). Jadi dewasa tidak lepas dari ilmu wariga dimana di dalam
wariga, urip hari telah terperinci secara baku. Ini harus dipegang sebagai
keyakinan kepercayaan. Dasarnya adalah percaya adan inilah agama.
Kata
“dewasa” terdiri dari kata; “de” yang berarti dewa guru, “wa” yang
berarti apadang/lapang dan “sa” yang berarti ayu/baik. Dengan demikian jelas
bahwa dewasa adalah satu pegangan yang berhubungan dengan pemilihan hari yang
tepat agar semua jalan atau perbuatan itu lapang jalannya, baik akibatnya dan
tiada aral rintangan.
Masalah
wariga dan dewasa mencakup pengertian pemilihan hari dan saat yang baik, ada
perlu diperhatikan beberapa ketentuan yang menyangkut masalah “wewaran, wuku,
tanggal, sasih dan dauh” dimana kedudukan masing-masing waktu itu secara
relative mempunyai pengaruh .
didalilkan
sebagai berikut:
- Wewaran dikalahkan oleh wuku
- Wuku dikalahkan oleh tanggal panglong
- Tanggal panglong dikalahkan oleh sasih
- Sasih dikalahkan oleh dauh
- Dauh dikalahkan oleh de Ning (keheningan hati).
Untuk
dapat memahami hubungan kesemuanya itu perlu mempelajari arti wewaran dan
hubungannya dengan alam ghaib.
Wuku
Disamping
perhitungan hari berdawarkan wara sistim kalender yang dipergunakan dalam
wariga dikenal pula perhitungan atas dasar wuku (buku) dimana satu wuku
memilihi umur tujuh hari, dimulai hari minggu (raditya/redite).
1
tahun kalender pawukon = 30 wuku, sehingga 1 tahun wuku = 30 x 7 hari = 210
hari.
Adapun
nama-nama wukunya sebagai berikut;
Sita,
landep, ukir, kilantir, taulu, gumbreg, wariga, warigadean, julungwangi,
sungsang, dunggulan, kuningan, langkir, medangsia, pujut, Pahang, krulut,
merakih, tambir, medangkungan, matal, uye, menial, prangbakat, bala, ugu,
wayang, klawu, dukut dan watugunung.
Wewaran
Wewaran
berasal dari kata “wara” yang dapat diartikan sebagai hari, seperti hari senin,
selasa dll. Masa perputaran satu siklus tidak sama cara menghimpunnya. Siklus
ini dikenal misalnya dalam sistim kalender hindu dengan istilah bilangan,
sebagai berikut;
- Eka wara; luang (tunggal)
- Dwi wara; menga (terbuka), pepet (tertutup).
- Tri wara; pasah, beteng, kajeng.
- Catur wara; sri (makmur), laba (pemberian), jaya (unggul), menala (sekitar daerah).
- Panca wara; umanis (penggerak), paing (pencipta), pon (penguasa), wage (pemelihara), kliwon (pelebur).
- Sad wara; tungleh (tak kekal), aryang (kurus), urukung (punah), paniron (gemuk), was (kuat), maulu (membiak).
- Sapta wara; redite (minggu), soma (senin), Anggara (selasa), budha (rabu), wrihaspati (kamis), sukra (jumat), saniscara (sabtu). Jejepan; mina (ikan), Taru (kayu), sato (binatang), patra ( tumbuhan menjalar), wong (manusia), paksi (burung).
- Asta wara; sri (makmur), indra (indah), guru (tuntunan), yama (adil), ludra (pelebur), brahma (pencipta), kala (nilai), uma (pemelihara).
- Sanga wara; dangu (antara terang dan gelap), jangur (antara jadi dan batal), gigis (sederhana), nohan (gembira), ogan (bingung), erangan (dendam), urungan (batal), tulus (langsung/lancar), dadi (jadi).
- Dasa wara; pandita (bijaksana), pati (dinamis), suka (periang), duka (jiwa seni/mudah tersinggung), sri (kewanitaan), manuh (taat/menurut), manusa (sosial), eraja (kepemimpinan), dewa (berbudi luhur), raksasa (keras)
Disamping
pembagian siklus yang merupakan pembagian masa dengan nama-namanya, lebih jauh
tiap wewaran dianggap memiliki nilai yang dipergunakan untuk menentuk ukuran
baik buruknya suatu hari. Nilai itu disebut “urip” atau neptu yang
bersifat tetap. Karena itu nilainya harus dihafalkan.
Tanggal
dan Panglong
Selain
perhitungan wuku dan wewaran ada juga disebut dengan Penanggal dan panglong.
Masing masing siklusnya adalah 15 hari. Perhitungan penanggal dimulai 1 hari
setelah (H+1) hari Tilem (bulan Mati) dan panglong dimulai 1 hari setelah (H+1)
hari purnama (bulan penuh).
Sasih
Sasih
secara harafiahnya sama diartikan dengan bulan. Sama sepertinya kalender
internasional, sasih juga ada sebanyak 12 sasih selama setahun, perhitungannya
menggunakan “perhitungan Rasi” sesuai dengan tahun surya (12 rasi = 365/366
hari) dimulai dari 21 maret. adapun pembagian sasih tersebut adalah;
- Kedasa = Mesa = Maret – April.
- Jiyestha = Wresaba = April – Mei.
- Sadha = Mintuna = Mei – Juni.
- Kasa = Rekata = Juni– Juli.
- Karo = Singa = Juli –Agustus.
- Ketiga = Kania = Agustus – September.
- Kapat = Tula = September – Oktober.
- Kelima = Mercika = Oktober – November.
- Kenem = Danuh = November – Desember.
- Kepitu = Mekara = Desember – Januari.
- Kewulu = Kumba = Januari – Februari.
- Kesanga = MIna = Februari – Maret.
Dauh/dedauhan
Merupakan
pembagian waktu dalam satu hari. Sehingga dedauh ini berlaku 1 hari atau satu
hari dan satu malam. Berdasarkan dedauhan maka pergantian hari secara hindu
adalah mulai terbitnya matahari (5.30 WIB). Inti dauh ayu adalah saringan dari
pertemuan panca dawuh dengan asthadawuh, antara lain;
- Redite = Siang; 7.00 – 7.54 dan 10.18 – 12.42,
malam;
22.18 – 24.42 dan 3.06 - 4.00
- Coma = Siang; 7.54 – 10.18,
malam;
24.42 – 3.06
- Anggara = Siang; 10.00 – 11.30 dan 13.00 – 15.06,
malam;
19.54 – 22.00 dan 23.30 - 1.00
- Buda = Siang; 7.54 – 8.30 dan 11.30 – 12.42,
malam;
22.18 – 23.30 dan 2.30 – 3.06
- Wraspati = Siang; 5.30 – 7.54 dan 12.42 – 14.30,
malam;
20.30 – 22.18 dan 3.06 – 5.30
- Sukra = Siang; 8.30 – 10.18 dan 16.00 – 17.30,
malam;
17.30 – 19.00 dan 24.42 – 2.30
- Saniscara = Siang; 11.30 – 12.42,
malam;
22.18 – 23.30
1. BAYI LAHIR
Hari, jam bayi lahir atau orang
meninggal dunia. Siang atau malam :
Minggu
Jam, 6-7-11-1-5
Senin
Jam, 8-10-1-3-5
Selasa
Jam, 7-10-12-2-5
Rabu
Jam, 7-9-11-2-4
Kamis
Jam, 8-11-1-3-4
Jumat
Jam, 8-10-12-3-4
Sabtu
Jam, 7-9-12-2-4
Keterangan : Karena pengaruh sesuatu,
mungkin lebih atau kurang beberapa menit.
2. TABIAT ANAK YANG LAHIR
MENURUT SAPTAWARA
Minggu
Ø Tidak
baik melakukan pekerjaan yang penting-penting.
Ø Tidak
senang direndahkan
Ø Suka
beramal
Upakara pada hari lahirnya, sajen
itu diisi emas (lambang Matahari)
Senin
Ø Baik
bercocok tanam
Ø Sabar,
jujur, dicintai orang
Ø Bebal
menyebabkan sering mendapatkan kesusahan
Upakara pada hari lahirnya, sajen
itu diisi perak (lambang Bulan)
Selasa
Ø Jangan
melakukan pekerjaan yang penting-penting, karena dapat menyebabkan kesusahan
Ø Rajin
bekerja yang berat-berat maupun yang ringan-ringan
Upakara pada hari lahirnya, sajen
itu diisi gangsa (lambang Api)
Rabu
Ø Hasil
pekerjaan sedang
Ø Pikirannya
baik, sabar, sopan santun, suka menyimpan
Ø Hatinya
agak rusuh
Upakara pada hari lahirnya, sajen
itu diisi besi (lambang Tanah)
Kamis
Ø Baik
melakukan segala pekerjaan
Ø Adil
tegas
Ø Tidak
sayang pada miliknya
Upakara pada hari lahirnya, sajen
itu diisi perunggu (lambang Guntur)
Jumat
Ø Baik
bercocok tanam, pekerjaan yang lain hasilnya sedikit
Ø Berlaku
susila, suka bertapa
Ø Malas
Upakara pada hari lahirnya, sajen
itu diisi tembaga (lambang Hujan)
Sabtu
Ø Pekerjaannya
baik, tapi harus hati-hati
Ø Pandai,
cerdik dan jadi pelindung
Upakara pada hari lahirnya, sajen
itu diisi timah (lambang Angin)
1. TABIAT ANAK YANG LAHIR
MENURUT ASTHAWARA
Shri
Ø Berhati
baik
Ø Sentosha
Ø Tidak
kekurangan makan dan minum
Indra
Ø Berhati
kurang terang
Ø Berpangkat
Ø Beruntung
Guru
Ø Berhati
terang
Ø Dihormati
Ø Nasehatnya
mendapat perhatian
Yama
Ø Berhati
buruk
Ø Suka
memfitnah
Ø Suka
membuat orang lain susah
Rudra
Ø Berhati
pemarah
Ø Sering
sakit
Brahma
Ø Berhati
sering marah
Ø Tidak
senang kalau orang lain mencela
Kala
Ø Berhati
loba
Ø Suka
melakukan pekerjaan yang menyusahkan
Uma
Ø Berhati
cidra
Ø Pendiam
Ø Suka
berhati-hati
2. TABIAT ANAK YANG LAHIR
MENURUT SANGAWARA
Dangu
Ø Bodoh,
meskipun rajin belajar
Ø Sukar
menjadi orang pandai
Ø Lambangnya
Batu
Jangur
Ø Sombong
Ø Suka
berbuat buruk dan bengis
Ø Lambangnya
Harimau
Gigis
Ø Suka
merendahkan diri
Ø Suka
menerima seadanya
Ø Lambangnya
Tanah
Nohan
Ø Tenang
Ø Tidak
mau membuat huru hara
Ø Lambangnya
Bulan
Ogan
Ø Suka
kepada milik orang lain
Ø Kalau
bisa mengatasi akan menjadi orang baik-baik
Ø Lambangnya
Ulat
Erangan
Ø Pandai
Ø Keinginannya
sering tidak tercapai akibat dari hatinya yang suka marah
Ø Lambangnya
Matahari
Urukung
Ø Cita-citanya
jarang tercapai, karena suka marah
Ø Lambangnya
Api
Tulus
Ø Cita-citanya
sering tercapai
Ø Lambangnya
Air
Dadi
Ø Kehendaknya
berhasil
Ø Beruntung
Ø Lambangnya
Pohon Kayu
3. TABIAT ANAK YANG LAHIR
MENURUT DASHAWARA
Pandita
Ø Suka
pada kebersihan
Ø Pandai
dan cerdik
Pati
Ø Selalu
mengalami suka dan duka
Suka
Ø Sering
merasa senang
Dukha
Ø Sering
merasa sedih
Shri
Ø Suka
menolong
Ø Banyak
cintanya
Manuh
Ø Pendiam
Ø Suka
menurut kata-kata orang lain
Manusa
Ø Keadaan
menderita
Raja
Ø Mempunyai
kemampuan untuk memimpin
Dewa
Ø Akhli
Ø Berwibawa
Raksasa
Ø Sifat
loba
Ø Keras
hati
1. TABIAT ANAK YANG LAHIR
MENURUT TRIWARA
Dora
(Pasah)
Ø Berhati
gembira
Ø Suka
bercakap
Ø Suka
bepergian
Ø Suka
memperolok-olok kawannya
Pembersihanya mandi dengan 12 mata
air
Waya
(Beteng)
Ø Tahu
berdoa
Pembersihannya mandi dengan 8 mata
air
Byantara
(Kajeng)
Ø Suka
menyusahkan diri sendiri
Ø Suka
bercakap
Ø Royal
Pembersihanya mandi dipinggir
sungai dengan 18 mata air
2. TABIAT ANAK YANG LAHIR MENURUT
CATURWARA
Shri
Ø Suka
memuji
Ø Tenang
Ø Bersih
Pembersihannya mandi di laut dengan
12 mata air
Laba
Ø Mempunyai
cita-cita yang baik
Ø Rajin
berusaha
Ø Banyak
bicara
Ø Waspada
Ø Berlaku
susila
Pembersihannya mandi di halaman
dengan 1 mata air
Jaya
Ø Berhati
teguh
Ø Berlaku
curang asal berhasil
Ø Sukar
mendapat kesenangan
Pembersihannya mandi dengan 12 mata
air di tengah-tengah
halaman
Mandala
Ø Suka
bersenang-senang
Ø Kurang
cerdik
Ø Suka
beramal
Ø Berusia
pendek
Pembersihannya mandi dengan 13 mata
air di kebon
1. TABIAT ANAK YANG LAHIR
MENURUT PANCAWARA
Umanis
Ø Tabah
bercakap-cakap
Ø Suka
sewenang-wenang
Ø Royal
Pembersihanya mandi dengan 18 mata
air di jalan
Beya pada hari lahirnya :
Di Kemulan :
ü Penek
agung 1, dibawah penek diisi uang 55
ü Ayam
putih di panggang
ü Buah-buahan
5
ü Tatebus
5
ü Porosan
5
Di Balai :
ü Nasi
tumpeng 1 pakon
ü Ikan
babi seharga 55 diolah
ü Sambel
dikukus
ü Buah-buahan
5
Paing
Ø Rajin
Ø Sering
termenung
Ø Keras
hati
Pembersihanya mandi dengan 12 mata
air ditengah-tengah lingkaran api
Beya pada hari lahirnya :
Di Kemulan :
ü Penek
agung 1, dibawah penek diisi uang 99
ü Ayam
merah di panggang
ü Buah-buahan
9
ü Tatebus
9
ü Porosan
9
Di Balai :
ü Nasi
tumpeng 1 pakon
ü Ikan
babi seharga 99 diolah
ü Sayur
kacang kara berbumbu asam
ü Buah-buahan
9
Pon
Ø Suka
bergurau
Ø Suka
bergaul
Pembersihanya mandi di laut dengan
8 mata air
Beya pada hari lahirnya :
Di Kemulan :
ü Penek
agung 1, dibawah penek diisi uang 77
ü Ayam
putih kuning dengan isinya
ü Buah-buahan
7
ü Tatebus
7
ü Porosan
7
Di Balai :
ü Nasi
tumpeng 1 pakon
ü Ikan
babi seharga 77 diolah
ü Godoh
tumpi 7
ü Buah-buahan
5
ü Tatebus
7
ü Porosan
7
Wage
Ø Suka
berbohong
Ø Tidak
suka merendahkan diri
Ø Kurang
jujur dengan sahabatnya
Ø Suka
bekerja
Pembersihanya mandi di halaman
dengan 6 mata air
Beya pada hari lahirnya :
Di Kemulan :
ü Tumpeng
kusuh berpuncak warna hitam, dibawah penek diisi uang 44
ü Ayam
hitam dipanggang
ü Balung
gagending
ü Buah-buahan
4
ü Godoh
tumpi 4
ü Tatebus
4
ü Porosan
4
Di Balai :
ü Nasi
tumpeng 1 pakon, di atas tumpeng diisi bunga teleng biru
ü Ikan
babi seharga 44 diolah
ü Telur
asin
ü Sambal
tanpa garam di kukus
ü Udang
ü Buah-buahan
4
ü Godoh
tumpi 4
ü Tatebus
4
ü Porosan
4
Keliwon
Ø Suka
membuat rencana dan bersemangat
Pembersihanya mandi di pinggir
sungai dengan 14 mata air
Beya pada hari lahirnya :
Di Kemulan :
ü Penek
agung 1, dibawah penek diisi uang 88
ü Ayam
brumbun di panggang
ü Ketan
ü Buah-buahan
8
ü Godoh
tumpi 8
ü Tatebus
8
ü Porosan
8
Di Balai :
ü Nasi
tumpeng 1 pakon
ü Ayam
yang sedang diolah
ü Sambel
tanpa garam dikukus
ü Buah-buahan
5
ü Godoh
tumpi 8
ü Tatebus
8
ü Porosan
8
1. TABIAT ANAK YANG LAHIR
MENURUT SADWARA
Tungleh
Ø Suka
berbohong
Ø Suka
membuat malu
Ø Tidak
baik menanam tanaman yang menghasilkan daun
Aryang
Ø Sering
lupa
Ø Baik
membuat racun
Ø Jangan
berburu mencari ikan
Ø Tidak
baik menjadi tukang rumah
Urukung
Ø Sering
lengah
Ø Baik
jadi pemburu tapi jangan merusak hutan
Paniron
Ø Tahu
tata susila
Ø Hormat
Ø Baik
menjadi pengail
Was
Ø Berlagak
Ø Baik
mencari burung di hutan
Mahulu
Ø Pemarah
Ø Baik
menjadi petani
Ø Tidak
baik menanam pohon buah-buahan yang berbiji
2.
TABIAT
ANAK YANG LAHIR MENURUT PRATITI
Tresna
Ø Murah
hati, karena itu ia sering kekurangan
Ø Suka
mengganggu
Ø Kurang
sopan
Ø Tidak
mempunyai pengikut
Ø Tidak
mendapat kedudukan
Ø Kalau
meninggal pada Upadhana
Upadhana
Ø Cukup
mendapat kesenangan
Ø Pemberani
Ø Murah
hati
Ø Jujur
Ø Kata-katanya
menyenangkan hati
Ø Mudah
mendapat pekerjaan
Ø Kalau
meninggal pada Bhawa
Bhawa
Ø Pemberani
Ø Hingga
tua bergaul dengan kaum keluarganya
Ø Sering
mendapat kesushan karena angkara
Ø Tidak
tetap pendirian
Ø Mempunyai
perasaan hati yang gagah
Ø Kalau
meninggal dunia pada Jati
Jati
Ø Pemberani
Ø Dicintai
oleh tuannya
Ø Apa
yang dikatakannya demekian diperbuatnya
Ø Banyak
orang yang cinta karena jujur
Ø Lahir
dan bathin baik
Ø Kalau
meninggal pada Jaramarana
Jaramarana
Ø Pandai
Ø Suka
marah
Ø Pemberani
Ø Dicintai
oleh keluarganya
Ø Kemana
pergi sering mendapat susah
Ø Kalau
meninggal pada Awidhya
Awidhya
Ø Mendapat
kesenangan
Ø Panjang umur
Ø Kadang
menderita buruk tetapi lekas baik
Ø Segala
yang dikerjakannya baik
Ø Kalau
meninggal pada Samskara
Samskara
Ø Panjang
umur
Ø Kaya
Ø Banyak
mempunyai sahabat
Ø Sering
menderita kesusahan
Ø Kalau
meninggal dunia pada Widnyana
Widnyana
Ø Panjang
umur
Ø Dicintai
oleh pandita
Ø Berhati
iri
Ø Berhati
cinta kasih
Ø Pemberani
Ø Tidak
pemarah
Ø Apa
yang dicita-citai mudah tercapai
Ø Kalau
meninggal pada Namarupa
Namarupa
Ø Selamat
Ø Pandai
bekerja
Ø Jarang
sakit
Ø Banyak
mempunyai musuh karena suka menyusahkan orang lain
Ø Bisa
jadi orang kaya
Ø Kalau
meninggal dunia pada Sadayatana
Sadayatana
Ø Suka
berdebat
Ø Pandai
berbicara
Ø Mempunyai
cita-cita
Ø Kemana
pergi mendapat selamat
Ø Jauh
daripada penyakit
Ø Kalau
meninggal dunia pada Sparsa
Sparsa
Ø Selamat
Ø Suka
berbantah
Ø Iri
Ø Bisa
kaya
Ø Mempunyai
pandangan luas
Ø Kalau
meninggal pada Wedhana
Wedhana
Ø Kaya
Ø Akhli
bangunan
Ø Tingkah
lakunya sopan santun
Ø Bersih
Ø Suka
beramal
Ø Kasih
sayang kepada sesamanya
Ø Kalau
meninggal pada Tresna
1.
MENDIRIKAN
BANGUNAN MENURUT SASIH
I.
Shrawana :
Gedung
II.
Bhadrapada : Dapur
III.
Asuji :
Kubu
IV.
Kartika :
Balai
V.
Margasirsa : Balai mujur
VI.
Pausya :
Lumbung
VII.
Magha :
Pondok sawah
VIII.
Phalguna :
Tempat ketungan
IX.
Cetra :
Pintu halaman
X.
Waisyaka :
Kahyangan
XI.
Jyestha :
Taban
XII.
Ashada :
Tempat lesung
12.MEMBUAT
PINTU HALAMAN MENURUT UKURAN DIBAGI 5 DAN 9
Yang
diukur tembok yang di tempati atau dipakai pintu. Kalau tempat pintu :
·
Di Timur, tembok itu diukur dari Timur Laut
ke Tenggara
·
Di Selatan, tembok itu diukur dari
Tenggara ke Barat Daya
·
Di Barat, tembok itu diukur dari Barat
Daya ke Barat Laut
·
Di Utara, tembok itu diukur dari Barat
Laut ke Timur Laut
Panjang
ukuran itu lalu di bagi 5 atau 9 menurut kesukaan anda. Tiap-tiap bagian
terdapat sebagai berikut :
Di bagi 5
I.
Karta :
Sentosha
II.
Karti :
Baik
III.
Kala :
Buruk
IV.
Kali :
Susah
V.
Sangara :
Menderita
Di bagi 9
v Pintu di Timur
I.
Berputera
II.
Sering susah
III.
Buruk
IV.
Pandai
V.
Kematian
VI.
Sentosha
VII.
Kaya
VIII.
Dicela
IX.
Beruntung
v Pintu di Selatan
I.
Berdosa
II.
Beristri
III.
Mendapat pangan
IV.
Tercapai cita-citanya
V.
Sederhana
VI.
Sering susah
VII.
Bimbang
VIII.
Sentosha
IX.
Kecurian
v Pintu di Barat
I.
Sering Sakit
II.
Kedatangan orang tua
III.
Berputera
IV.
Dikuasai oleh istri
V.
Kecurian
VI.
Beruntung
VII.
Sentosha
VIII.
Berdosa karena anak
IX.
Miskin
v Pintu di Utara
I.
Mendapatkan uang yang tidak sah
II.
Kaya
III.
Berputera
IV.
Dihormati sesama
V.
Sering susah
VI.
Kaya
VII.
Kaya karena istri
VIII.
Susah karena orang lain
IX.
Sering susah
13.MENDIRIKAN
BANGUNAN MENURUT SAPTAWARA & SANGAWARA
Saptawara
:
·
Minggu →
Buruk
·
Senin →
Baik
·
Selasa →
Berbantah
·
Rabu →
Senang
·
Kamis →
Mendapat makan dan minum
·
Jumat →
Banyak orang cinta
·
Sabtu →
Sedih
Sangawara
:
·
Dangu →
Buruk
·
Jangur →
Buruk
·
Gigis →
Sering sakit
·
Nohan →
Janda
·
Ogan →
Diganggu oleh leluhur
·
Erangan →
kedatangan pencuri
·
Urungan →
Tidak berputera
·
Tulus →
Utama
·
Dadi →
Tercapai maksudnya
14.AGNI
RAWANA
Dilarang mengatapi
bangunan :
hari
|
pinanggal
|
Minggu
|
12
|
Senin
|
11
|
Selasa
|
10
|
Rabu
|
9
|
Kamis
|
8
|
Jumat
|
7
|
Sabtu
|
6
|
Menurut Pinanggal : 2-4-8-11
Menurut Panglong : 3-4-9-13
15.CATUR LABA
Menurut
Pinanggal & Panglong
1
: Yang dikerjakan berhasil
2
: Senang dan tidak ada bahaya
3
: Yang dicari tidak dapat
4
: Tidak berhasil
5
: Dapat makan dan minum
6
: Tidak mendapat hadiah
7
: Sentosha
8
: Buruk
9
: Berbahaya sekali
10
: Sentosha
11
: Kemana pergi akan merasa senang
12
: Berakibat meninggal
13
: Sentosha dan senang
14
: Sengsara
15
: Dicintai orang
16.ALA AYUNING SASIH
I.
Shrawana
Ø Apabila
kawin akan mempunyai keturunan
Ø Bisa
kaya
Ø Dicintai keluarga dan orang lain
Ø Akhirnya
miskin
Ø Bernama
“Tuwuh Turunan”
II.
Bhadrapada
Ø Mendapat
senang
Ø Panjang
umur
Ø Tidak
mempunyai turunan mungkin minta anak
Ø Sedih
Ø Bernama
“Tiwas”
III.
Asuji
Ø Mendapat
kutuk
Ø Sangat
buruk
Ø Bernama
“Loba Corah”
IV.
Kartika
Ø Banyak
berputera
Ø Sentosha
Ø Setia
bersuami istri
Ø Sama
melakukan sadhu dharma
Ø Bernama
“Suka Sedhana”
V.
Margasirsa
Ø Mempunyai
usaha dan mendapat rejeki
Ø Tetapi
sering bertengkar
Ø Bernama
“Menemui Rejeki”
VI.
Pausya
Ø Mendapat
rejeki
Ø Rumah
tangga tidak tenang
Ø Suka
berbantah
Ø Bernama
“Bangga”
VII.
Magha
Ø Amat
buruk
Ø Sering
sakit
Ø Bernama
“Gering Anglayung
VIII.
Phalguna
Ø Amat
buruk
Ø Menderita
Ø Bernama
“Embuh”
IX.
Cetra
Ø Amat
buruk
Ø Fitnah
merajalela
Ø Banyak
orang sakit dan menderita
Ø Bernama
“Desti”
X.
Waisyaka
Ø Pemerintah
bijaksana
Ø Putera-puteri
susila
Ø Banyak
orang merasa senang
Ø Bernama
“Prabhu Pradnyan”
XI.
Jyestha
Ø Sangat
buruk
Ø Banyak
perselisihan
Ø Yang
dharma disangka adharma
Ø Yang
susila disangka dursila
Ø Bernama
“Sangara”
XII.
Ashada
Ø Sangat
buruk
Ø Banyak
perselisihan
Ø Yang
dharma disangka adharma
Ø Yang
susila disangka dursila
Ø Bernama
“Sangara”
17.AMERTA MASA
Bercocok
tanam dan melakukan segala pekerjaan :
1.
Shrawana Pinanggal
10
2.
Bhadrapada Pinanggal 7
3.
Asuji Pinanggal
9
4.
Kartika Pada
Purnama
5.
Margasirsa Pada Tilem
6.
Pausya Pinanggal
8
7.
Magha Pinanggal
13
8.
Phalguna Pinanggal
2
9.
Cetra Pinanggal
6
10.
Waisyaka Pinanggal
4
11.
Jyestha Pinanggal
5
12.
Ashada Pinanggal
1
18.MENANAM PADI
Minggu →
Umanis → Merakih
Senin →
Umanis → Taulu
Selasa →
Umanis → Uye
Rabu →
Umanis → Julungwangi
Kamis →
Umanis → Ugu
Jumat →
Umanis → Langkir
Sabtu →
Umanis → Watugunung
19.HARI-JAM MENANAM TANAMAN
Minggu
Tebu dan sejenisnya :
Baik
jam : 07.30, 12.00
Buruk
jam : 10.30, 15.00
Senin
Ubi Dan sejenisnya :
Baik
jam : 10.30, 15.00
Buruk
jam : 07.30, 12.00
Selasa
Bayam dan sejenisnya :
Baik
jam : 11.00, 15.00
Buruk
jam : 07.30, 12.00
Rabu
Mawar dan sejenisnya :
Baik
jam : 13.00, 15.00
Buruk
jam : 09.00, 10.30
Kamis
Padi dan sejenisnya :
Baik
jam : 11.00, 13.30
Buruk
jam : 09.30, 15.00
Jumat
Pisang dan sejenisnya :
Baik
jam : 07.30, 10.00
Buruk
jam : 12.00, 15.00
Sabtu
Kacang dan sejenisnya :
Baik
jam : 09.00, 11.00
Buruk
jam : 12.00, 15.00
20.PATI-PANTEN
Tidak
baik melakukan pekerjaan yang besar :
1)
Eka →
Sungsang →Indra
2)
Dwi →
Tambir → Shri
3)
Tri →
Kelawu → Uma
4)
Catur →
Wariga →Kala
5)
Panca →
Pahang → Yama
6)
Sad →
Bala → Brahma
7)
Sapta →
Kulantir → Rudra
8)
Astha →
Langkir → Uma
9)
Nawa →
Uye → Guru
10)
Dasha →
Sinta → Rudra
Pinanggal dan panglong 10 dan jumat yang
jatuh pada tilem disebut : Panten.
21.GUNTUR RUMAH
Untuk
mendirikan bangunan atau rumah menurut Wuku dan Saptawara :
o
Landep →
Rabu
o
Taulu →
Rabu
o
Medangsia → Kamis
o
Merakih →
Kamis
o
Medangkungan → Sabtu
o
Ugu →
Sabtu
22.AMERTA YOGA WUKU
Untuk
melakukan upacara Manusa Yadnya
o
Senin →Keliwon →Landep
o
Senin →Umanis → Taulu
o
Senin →Wage →Medangsia
o
Senin →
Keliwon → Krulut
o
Senin →
Umanis → Medangkungan
o
Senin →
Paing → Menail
o
Senin →
Pon → Ugu
o
Senin →Wage → Dukut
23.TUTUT
MASIH
Mengajar
sapi, kerbau, kuda :
o
Kamis →
Umanis → Shinta
o
Senin →
Paing → Ukir
o
Senin →
Wage → Julungwangi
o
Selasa →
Paing → Sungsang
o
Senin →
Keliwon → Kuningan
o
Selasa →
Pon → Langkir
o
Rabu →
Pon → Pujut
o
Jumat →
Paing → Pahang
o
Kamis →
Keliwon → Merakih
o
Selasa →
Keliwon → Tambir
o
Sabtu →
Pon → Matal
o
Selasa →
Keliwon → Prangbakat
o
Jumat →
Wage → Wayang
24.AMERTA
DEWA
Untuk
melakukan upacara Dewa Yadnya :
Sapta Wara
|
Pinanggal
|
Minggu
|
6
|
Senin
|
7
|
Selasa
|
3
|
Rabu
|
2
|
Kamis
|
5
|
Jumat
|
1
|
Sabtu
|
4
|
25.AMERTA
GATI
Untuk
memulai suatu pekerjaan :
Hari
|
Pinanggal/Panglong
|
Selasa
|
2, 3, 5
|
Kamis
|
2
|
Jumat
|
1
|
26.SUBHA
CARA
Untuk
memulai belajar ilmu pengetahuan :
Hari
|
Pinanggal/Panglong
|
Senin
|
3
|
Selasa
|
7, 8
|
Rabu
|
2, 3, 6
|
Kamis
|
5, 6
|
Jumat
|
2, 4
|
27.SEDHANA
YOGA
Untuk
memulai berdagang :
Sapta Wara
|
Pinanggal/Panglong
|
Minggu
|
8
|
Senin
|
3
|
Selasa
|
7
|
Rabu
|
2
|
Kamis
|
4
|
Jumat
|
6
|
Sabtu
|
5
|
28.PACEKAN
Untuk
memulai bekerja di sawah atau di lading :
Sapta Wara
|
Pinanggal/Panglong
|
Minggu
|
12, 15
|
Senin
|
11, 15
|
Selasa
|
10, 15
|
Rabu
|
9, 15
|
Kamis
|
8, 15
|
Jumat
|
7, 15
|
Sabtu
|
6, 15
|
Membuat bulih atau mulai menanam
hari Kajeng → Mahulu
29.DADIG
KARANA
Hari
yang dipandang buruk :
Sapta Wara
|
Pinanggal/Panglong
|
Minggu
|
2
|
Senin
|
1
|
Selasa
|
10
|
Rabu
|
7
|
Kamis
|
6
|
Jumat
|
2, 7
|
Sabtu
|
-
|
30.JAM
MATINYA SAPTAWARA
Sapta Wara
|
Jam
|
Minggu
|
09.00
|
Senin
|
09.00
|
Selasa
|
10.00
|
Rabu
|
12.00
|
Kamis
|
09.00
|
Jumat
|
09.00
|
Sabtu
|
10.00
|
31.MENCARI
REJEKI, MENURUT SAPTAWARA
Minggu :
Timur, Selatan → Hidup
Utara →
Sakit
Barat →
Mati
Senin :
Selatan → Hidup
Timur, Barat →
Sakit
Utara →
Mati
Selasa :
Utara → Hidup
Timur, Selatan → Sakit
Barat →
Mati
Rabu :
Utara, Timur → Hidup
Barat →
Sakit
Selatan →
Mati
Kamis :
Timur, Selatan → Hidup
Barat →
Sakit
Utara →
Mati
Jumat :
Utara → Hidup
Timur, Barat →
Sakit
Selatan →
Mati
Sabtu :
Barat → Hidup
Selatan, Timur → Sakit
Utara →
Mati
32.POTONG
RAMBUT
Ø Hari
Senin dan Rabu
Ø Hari
Kamis → Wage pinanggal 1
Ø Sasih
Shrawana pinanggal 1
33.UPACARA
BAYI
Agar
usianya lanjut :
Ø Rabu
→ Pon pinanggal 10
34.UPACARA
DEWA YADNYA
Agar
usia lanjut dan merasa senang :
Ø Rabu
→ Wage pinanggal 10
35.PAWIWAHAN
Agar
rukun dan merasa senang :
Ø Senin
→ Wage pinanggal 1
36.WERDHI
LINGGIH
Upacara
memuja leluhur :
Ø Rabu → Umanis pinanggal 9
37.GAGAK
ANUNGSUNG PATI
Tidak
baik melakukan upacara membakar mayat (mengabukan) :
Ø Tiap-tiap
pinanggal 9
38.INGKEL
HARIMAU
Untuk
menangkap sapi, kerbau, kuda dan sebagainya :
Ø Kamis
→ Pon → Warige
39.CORONG
KODONG
Membuat
jaring :
Ø Kamis
→ Keliwon →Langkir
40.WAS
Mengebiri
Hewan :
Ø Beteng,
Was
41.KARNA
SULA
Dilarang
mendirikan bangunan/rumah :
Hari
|
Pinanggal/Panglong
|
Minggu
|
12
|
Senin
|
11
|
Kamis
|
9
|
42.RARUNG
PAGELANGAN
Tidak
baik melakukan upacara Manusa Yadnya :
Ø Kamis
pinanggal/panglong 6
43.PAGER
WESI
Untuk
membuat tembok pembatas/penyengker :
Ø Jumat
→ Paing pinanggal 3
44.TARU
NGADEG
Menebang
kayu untuk bahan bangunan :
Ø Was
Guru
45.ATIWA-ATIWA
(Mengabukan Jenazah)
Agar
suci dan sentosa :
Ø Kamis
→ Keliwon pinanggal 11
Ø Apratiwa : Waya membakar, Bhyantara
menganyut
Ø Tandang
Manteri : Bhyantara membakar,
patut sehari itu menganyut
Ø Tumandang
Manteri : Bhyantara membakar, lalu
nganyut dan lalu mengerorasin. Itu madya
utama
Dilarang
atiwa-atiwa, menyebabkan leluhur tidak suci dan sentosha :
Ø Pinanggal
9
Ø Panglong
1, 6, 14
46.GRAHA
AYU
Mulai
menempati rumah :
Ø Tiap-tiap
Rabu → Keliwon
47.SEDHANA
TIBA
Melakukan
upacara Pitra dan Dewa di Sanggah, Ibu/Pemerajan :
Ø Kasmis→Wage
pinanggal 7
48.SHRI
MURTI
Upacara
padi di lumbung :
Ø Tiap-tiap
Beteng, Shri
49.PANCA
AMERTA
Untuk
hari nikah :
Ø Rabu→Paing
pinanggal 5
50.MEMBUAT
ALAT-ALAT DAN SENJATA DARI BESI
Ø Aryang,
Brahma
51.SEMUT
SEDULUR
Tidak
baik menguburkan jenazah :
Ø Jumat →Pon
Ø Sabtu →Umanis
Ø Minggu→Keliwon
52.KALA
GOTONGAN
Tidak
baik menguburkan jenazah :
Ø Jumat →Keliwon
Ø Sabtu →Umanis
Ø Minggu→Paing
53.KALA
CAPLOKAN
Membuat
kail :
Ø Senin→Paing→Merakih
54.KALA
ATAT
Membuat
tali atau menganyam :
Ø Rabu→Pon→Watugunung
Ø
55.KALA
CEPITAN
Membuat
perangkap :
Ø Senin→Paing→Merakih
56.KALA
MANGAP
Menyebabkan
boros :
Ø Tiap-tiap
Minggu Umanis
57.KALA
NGERUDA
Jangan
mengerjakan pekerjaan yang penting-penting :
Ø Senin → Umanis →
Sungsang
Ø Senin → Paing →
Menail
Ø Minggu→
Pon → Dukut
58.KALA
MANGAP
Baik
membuat likah, jaring atau jala, tetapi tidak baik melakukan upacara Manusa
Yadnya :
Sapatwara
|
Pancawara
|
Wuku
|
Senin
|
Pon
|
Ugu
|
Selasa
|
Keliwon
|
Tambir
|
Rabu
|
Keliwon
|
Gumreg
|
-
|
Paing
|
Kuningan
|
Jumat
|
Wage
|
Uye
|
Sabtu
|
Wage
|
Julungwangi
|
-
|
Umanis
|
Pujut
|
59.KALA
DANGASTRA
Tidak
baik melakukan segala pekerjaan :
Hari
|
Pinanggal
|
Panglong
|
Minggu
|
12
|
|
Senin
|
11
|
|
Selasa
|
10
|
|
Rabu
|
9
|
|
Kamis
|
8
|
|
Jumat
|
7
|
|
Sabtu
|
6
|
|
Jumat
|
|
7
|
Sabtu
|
|
6
|
60.KALA
MERTYU
Hari
yang berbahaya, jangan dilanggar :
Saptawara
|
Pancawara
|
Wuku
|
Minggu
|
Keliwon
|
Medangkungan
|
Selasa
|
Umanis
|
Wayang
|
Rabu
|
Keliwon
|
Shinta
|
Kamis
|
Wage
|
Taulu
|
Jumat
|
Keliwon
|
Pujut
|
Sabtu
|
Wage
|
Medangsia
|
61.KALA
KECIRAN
Membuat
pengiris dan taji :
Hari
|
Pinanggal
|
Minggu
|
2, 4
|
Senin
|
10
|
Selasa
|
10
|
Rabu
|
7
|
Kamis
|
6
|
Jumat
|
2
|
Sabtu
|
8
|
62.KALA
NGADEG
Membuat
pintu dan sangkar :
Saptawara
|
Pancawara
|
Wuku
|
Minggu
|
Wage
|
Krulut
|
Selasa
|
Wage
|
Dungulan
|
Rabu
|
Paing
|
Kuningan
|
Jumat
|
Keliwon
|
Watugunung
|
63.KALA
MUNCRAT
Membuat
taji, keris dan tombak :
Ø Senin → Paing →
Merakih
64.KALA
KILANG-KILUNG
Baik
untuk menganyam :
Ø Kamis → Paing →
Tambir
65.KALA
KATEMU
Baik
untuk mengadakan rapat atau mencari burung perkutut di hutan :
Pinanggal
|
Asthawara
|
2
|
Shri
|
3
|
Uma
|
4
|
Kala
|
6
|
Brahma
|
7
|
Rudra
|
8
|
Yama
|
9
|
Guru
|
66.KALA
JENGKANG
Mengadakan
sabungan ayam :
Ø Minggu→
Umanis→ Ukir
67.KALA
GEGER
Membuat
kentongan :
Ø Kamis→
Pon→ Wariga
68.KALA
TIMPANG
Membuat
ranjau :
Ø Jumat→
Pon→ Medangsia
69.KALA
JANGKUT
Membuat
jaring/jala :
Ø Tiapa-tiap
Pepet, Kajeng
70.KALA
UPA
Mulai
memelihara hewan:
Ø Tiap-tiap
Pasah, Paniron
71.KALA
GUMARANG
Hari
yang berhati-hati :
Saptawara
|
Wuku
|
Minggu
|
Prangbakat
|
Jumat
|
Kulantir, Tambir
|
Rabu
|
Pujut, Watugunung
|
72.KALA
NANGGUNG
Jangan
ragu-ragu dan patut waspada :
Saptawara
|
Pancawara
|
Minggu
|
Pon
|
Senin
|
Paing
|
Rabu
|
Umanis
|
Sabtu
|
Wage
|
73.KALA
SUDUKAN
Jangan
memindahkan orang sakit pada hari ini :
§ Minggu,
Pond an Rabu, Umanis → Timur dan
Barat
§ Senin,
Paing dan Sabtu, Wage → Utara
dan Selatan
Sign up here with your email
1 komentar:
Write komentarngayahnya sambil mengantuk!hihihi
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon